via tumblr |
Aku terlahir dari sastra
Kedua orangtuaku mengawinkan sajak dan aksara yang mereka miliki
Lalu hadirlah aku dengan segala puisiku
Sedari kecil aku bergelut dengan Yang Terkasih dari paman Chairil
Bermain dengan prosa dan menikmati tiap lekuk metaforanya
Lalu aku bertumbuh besar
Belajar mengenai hidup dalam lingkup rima
Sewaktu senja aku bertemu denganmu
Lelaki baja yang tak mengenal kata dan rasa
Yang sedang melempar tanya pada semilir angin September
Tak sengaja pandangan kita bertemu
Pancaran malam Desember kental terasa didalamnya
Menguraikan peluh kerja keras untuk masa depan
Ada yang salah akan penglihatanmu padaku sore itu
Tatapan menghujam penuh tuntutan akanku
Terselip cemooh dibalik kedipan matamu
Akan setiap tarikan garis dari penaku
Terlontar banyak sekali kalimat pembenaraan atas apa yang telah kau pelajari dan yang tidak ku ketahui sama sekali
Lama aku menarik nafas lalu kehembuskan tegas depanmu
Kubilang
Hanya karena aku beranalogi lantas kau menyebutku pemilih
Bukan berarti karena aku menulis lantas aku melupakan hari ini
Karena kita tidak membaca buku yang sama
Lantas jangan heran bila kita tidak memiliki isi kepala yang sejajar
Lalu kau pergi
Merobek surat berisi aku
Kau lihat itu?
Karena dalam marahkupun aku tetap menganalogikanmu dengan bunga
Bahkan ketika aku ingin memakimupun ku sebut kau dengan yang terkasih