Pete'-pete' ini setia sekali mungkin pacar saja kalah setianya dengan dia, walaupun terkadang ada beberapa supir yang menyuruh saya turun ditengah perjalanan dan melanjutkan perjalanan dengan pete'-pete' yang lain.
Siang ini, seperti biasa karena ada jadwal kuliah makanya saya ke kampus. Dengan menggunakan jasa pete'-pete' tentu saja. Yap, saya naik dan beberapa saat kemudian beberapa anak sekolah yang baru pulang juga ikut menumpang. Namanya saja kendaraan umum, jadi kita harus siap dengan segala keadaan. Seperti yang saya alami siang tadi, sampai saat ini saya masih nda ngerti. Kenapa anak sekolah itu kalau ngobrol harus teriak-teriak? Itu kan buat saya jadi makin pusing, selain karena cuaca siang tadi yang luar biasa hot, ditambah lagi headset saya terkalahkan oleh suara anak sekolahan itu yang ngobrol tentang Running Man. Film korea sepertinya. Kamu tau kamu cuma perlu kesabaran ekstra untuk menahan diri tidak menegur anak sekolahan itu. Namanya saja anak-anak -____-"
Lalu setelah kuliah hari ini berakhir, seperti biasa juga, saya kembali ke tempat saya selama hampir setahun ini menulis. Tentunya dengan pete'-pete' yang mengantar. Sejauh ini yang saya pikirkan bahwa diam adalah bahasa para penumpang pete'-pete'. Iya, kita diam. Beberapa yang saya lihat sibuk dengan gadgetnya sendiri, atau ada juga yang diam karena tertidur. Saya pun biasa ketiduran di pete'-pete'. Itu sebenarnya nda baik, banyak hal negatif yang mungkin bisa saja terjadi.
Setelah selesai segala kegiatan di gedung berlantai 19 depan fly over, akhirnya saya pulang. Hampir belakangan ini saya tidak pernah pulang dibawah jam delapan malam. Sabar saja. Saya harus berjalan kaki sampai diujung fly over untuk menunggu pete'-pete' 05 lewat. Kadang sesekali menengok kearah fly over. Melihat pemandangan yang nda asing lagi, iya.. banyak yang pacaran disitu. Sampai sekarang pun saya tidak mengerti dimana letak romantisnya.
Hingga akhirnya saya menaiki pete'-pete' 05. Saya berdua saja dengan supirnya. Agak deg-degan sih. Maklum, walau sedang mencoba mandiri saya masih sering was-was juga kalau pulang malam. Tetapi untungnya kemudian ada sepasang suami istri dan anaknya yang ikut menumpang pete'-pete' itu.
Si ayah dan anaknya duduk didepan, sedangkan ibunya duduk dibelakang bersama saya. Karena kurang pekerjaan dan nahan kantuk saya jadinya perhatikan amplop besar yang ibu itu bawa. Ternyata amplop itu hasil rontegen, seperti kepunyaan saya waktu paru-paru ini diperiksa, juga satu amplop besar lainnya. Mungkin itu hasil pemeriksaan lab.
Jadi saya mengambil kesimpulan bahwa si anak mungkin saja baru sembuh dari sakitnya, makanya dia duduk di depan. Karena ibunya takut dia muntah kalau duduk dibelakang.
Hampir setengah perjalanan, ada satu penumpang lagi naik. Seorang bapak berpeci hijau. Kami masih diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing mungkin.
Rumah saya sudah dekat ketika keluarga tadi turun. Pete'-pete'nya menepi. Kemudian si ibu dengan suara yang memang besar dan seperti memerintah menyuruh si suami untuk menggandeng anaknya.
Setelah ibu itu turun, si bapak berpeci hijau itu mulai komentar bersama si supir pete'-pete'.
Bapak peci hijau : "Itu mi saya nda setuju ada komisi perlindungan perempuan. Liat mi itu tadi, kayak dia perintah-perintah suaminya. Padahal kan itu laki-laki kepala rumah tangga"
Supet : "Iya pak, daritadi mi itu kayak begitu"
Kemudian si bapak berpeci hijau itu menoleh kearah saya, sambil menghisap rokoknya dia mulai lagi berkomentar.
Bapak peci hijau : "Kan nda mungkin itu ada laki-laki mau kasari perempuan kalau perempuannya yang nda keterlaluan pertama. Itu dibelakang rumah ku saja banyak perempuan yang kelakuannya kurang ajar. Biasa ambil kredit nda bilang-bilang sama suami, suka mi bergosip, apa mi lah disitu. Baru biasa juga tidak dia perhatikan suaminya"
Jeda sedikit, si bapak menghisap rokoknya dulu. Saya masih senyum-senyum saja mendengarkan.
Bapak peci hijau : "Sebenarnya itu suami mau juga diperhatikan. Mau juga dirawat. Bayangkan kita sudah kerja keras cari uang. Kepala di kaki, kaki di kepala buat penuhi maunya istri. Tapi eeee pas ki sampai di rumah nda ada pi makanan siap. Biar tong itu makanan masih dipanci asalkan masak mi kan enak juga, atau paling tidak air panas kah buat kita. Ini nda ada mentong. Wajar ji yang gitu ditampar. Atau kayak itu ibu tadi, kayak betul dia bos daripada suaminya"
Saya masih senyum, dan bilang "kiri pak" karena lorong rumah sudah didepan mata. Tidak lupa bilang "duluan pak" sama si bapak berpeci hijau itu. Entahlah, mungkin setelah saya turun si bapak masih melanjutkan komennya mengenai si ibu tadi.
Well, selama saya jalan masuk lorong menuju rumah saya berpikir. Si bapak nda ngerti, kalau ibu yang tadi itu mungkin sedang pusing atau mungkin khawatir tingkat tinggi mengenai keadaan anaknya makanya dia jadi galak begitu. Mama saya sendiripun kalau saya sedang sakit bisa jadi panik dan berubah jadi luar biasa sensi. Karena katanya mama juga nda tega liat saya sakit makanya dia jadi suka marah-marah, demi kebaikan tentunya.
Apa yang bisa kamu simpulkan dari cerita saya diatas? Kalau saya sih menyimpulkan dua hal. Yang pertama itu kalau kita manusia memang selalu ingin dimengerti. Tapi kadang lupa untuk melihat hal-hal kecil lainnya. Seperti, jangan suka mengambil kesimpulan sendiri sampai mengabaikan perasaan orang lain. Dan yang kedua, naik pete'-pete' walaupun jujur saya sudah lelah untuk menaiki kendaraan umum yang satu ini, tapi mau tidak mau ada banyak pelajaran yang bisa diambil didalamnya. Itupun kalau kamu tidak terlalu sibuk untuk memikirkan hal-hal lain.
Sekian dari saya. Semoga kita semua bisa saling mengerti satu sama lain :)
Wassalam
ps : semoga apski sehat selalu, dan diantara setumpuk kesibukannya tidak lupa, kalau ada juga satu perempuan manja yang ingin dimengerti dan sedang berusaha mengerti dirinya.