Saya baru saja selesai membaca novel diatas. Padahal novel ini sudah lama saya beli, ketika sahabat bernama sama dengan saya di makassar. Ini sabtu malam, hari dimana banyak sekali orang lebih menghabiskan waktu diluar rumah. Entah itu untuk menghabiskan waktu bersama keluarga, teman, atau menyelesaikan tugas kuliah. Yah, saya kadang merasa heran. Padahal saya tidak tahan berkutat lama dengan buku teknik praktis riset komunikasi. Tadinya saya mencari inspirasi judul tugas akhir. Maklum, ini sudah semester dumsdums glets.
Yak, kembali ke novel ini. Ceritanya ringan. Seputar kisah cinlok KKN. Membaca buku dengan alur cerita seperti ini setelah KKN malah membuat saya ingin tertawa. Iya, ada banyak sekali cerita yang hampir mirip saya rasakan ketika masa KKN kemarin. And suddenly i miss those KKN thing. Walaupun ditempatkan di daerah yang jauh pakai banget, tapi saya bersyukur teman-teman KKN saya baik-baik semua.
Oh iya, alasan saya membeli buku ini pertama karena judulnya. Hal yang benar judul itu memiliki kekuatan tersendiri. Sekali melihat judulnya, saya langsung suka. Kalimat itu mengingatkan saya pada satu orang.
Orang yang dipertemukan dengan saya tidak dalam musim penghujan. Membaca itu menyenangkan ya? Seperti mengingat kembali kenangan yang sudah lewat. Walau cerita saya dan orang ini berbeda jauh dari yang disajikan dalam novel ini, tetap saja karena judulnya saya semakin mengingatnya.
Dia orang yang baik. Iya, tidak ada orang yang tidak baik sebenarnya. Tapi ada sih, saya misalnya. Saya merasa tidak baik. Tapi syukurlah, selalu ada orang yang membuat kamu merasa lebih baik atau berusaha membuat dirimu menjadi baik. Oh iya, saya bertemu dengan dia tidak dalam musim hujan. Tapi saya sering menggodanya dengan kata hujan. Saya memiliki teman yang mempunyai sahabat yang mempelajari sastra Jepang. Dan katanya, arti nama "ame" dalam bahasa jepang itu "hujan". Saya suka sama hujan. Suka sekali.
Saya ingat sekali waktu dibulan desember, saya bersama Vivian bermain di bawah hujan. Kami menari, berlari, saling menyipratkan air. Saya dan Vivi melakukan itu di kampus. Agak konyol untuk perempuan seusia kami melakukan hal itu di kampus. But, who's care? Kami tidak peduli tatapan orang-orang di baruga yang melihat kami melempar payung kamu. Berlari ke tangga menuju lantai dua baruga. Berbaring disana dan saling melemparkan kalimat konyol. Rasanya senang sekali. Seakan semua beban ikut luluh bersama hujan yang turun. Entah mengalir kemana.
FYI, it's Vivi who tell my name means is rain in Japanese language. Lalu saya memberitahu orang ini arti nama saya. Hujan.
Entah darimana saya menceritakan kaitan hujan dan cerita tentang kami. Tapi yang saya ingat jelas, dia menemani saya setiap hujan tiba. Walaupun saya selalu menghujani dia dengan hal-hal yang tidak baik. Tapi entah mengapa dia tidak memilih mengembangkan payung dan tetap bertahan dengan hujan ini. Saya juga ingat suatu hari disaat saya sedang down, dia mengantar saya pulang. Waktu itu musim penghujan. Tapi saya menolak jaket yang dia tawarkan. Kataku "ini hanya hujan!" dan wosh! kami menembus hujan itu bersama. Basah kuyub pastinya, dan esoknya saya terkena gejala tipes. Hahaha. It's kinda funny thing you know. Atau satu kali, juga dimusim penghujan. Saat itu saya ada tugas membuat essay foto. Dan saya memilih fly over. Dia ada, tentunya menemani dengan setia. Padahal itu siang yang terik. Tapi siapa yang sangka malamnya hujan deras. Waktu itu fisik saya sedang lemah, iya sih saya berfisik lemah. Dan akhirnya saya tidak sanggup untuk berkendara sendiri pulang. Dia yang mengantar. Rela menggendong saya yang kayak karung beras ini sampai dengan selamat depan pintu rumah.
Saya jadi mengingat banyak hal setelah melihat judul novel tersebut. Hujan selalu punya cerita tentang kami. Entah itu kisah bahagia, atau kebalikannya.
Dan saya sangat bersyukur karena sampai hari ini saya tetap menjadi hujannya. Dan semoga saja akan terus menjadi hujannya.
i do love rain, because you're there with me#AM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar