"They say bad things happen for a reason
But no wise words gonna stop the bleeding"
Ingatkah kamu pada satu malam di bulan desember? Ketika kita duduk berdampingan tanpa mengucapkan satu katapun?
Ada yang tertahan didalam dadaku malam itu. Ketika kita melaju dalam kecepatan yang tidak biasa kita lakukan.
Aku bisa saja memulai. Kamu bisa saja mengakhiri.
Tapi yang ada adalah kita hanya terdiam. Terlumat kata-kata kita sendiri.
Apa?
Apa yang lebih menyakiti hati ini ketika kedua pelupuk matamu tidak lagi memandang lurus kepadaku?
Ada?
Ada yang lebih dingin dari kalimat sabar yang terlontar dari mulutmu untukku?
Kamu tahu apa soal rindu?
Kamu yang bilang akan ada pelangi setelah hujan turun. Katamu hujan membuatmu sedih. Katamu lagi hujan menyakitimu.
Itu bukan hujan yang membuatmu sedih. Itu angin yang berhembus terlalu kencang. Hingga membuat matamu berair.
Bahkan ketika kamu tersungkur karena angin, hujan menolongmu untuk menutupi linangan air dari sudut matamu.
Kamu tahu apa soal tersakiti?
Aku ingin sekali mancaci bahkan bila sanggup aku ingin memakimu keras-keras. Membuat telingamu jengah akan jeritanku. Akan apa yang tersirat dari setiap kedipan mataku tiap kali aku memandangmu.
Tapi yang aku lakukan hanyalah membuka jendela lebar-lebar dan meneriakan kalimat yang bahkan otakku tidak mampu lagi mencernanya.
"BETAPA AKU MENCINTAI LELAKI DISAMPINGKU!!!!!"
Kemudian aku menutup kembali jendela, lalu berbalik dan tersenyum kearahmu. Kamu hanya bisa menggenggamku.
Jadi, jangan lagi pertanyakan kenapa aku tidak pernah menjawab ketika kamu mengatakan bila kamu mencintaiku. Bila kamu merindukanku.
Kamu tidak sedikitpun tahu betapa aku mencintaimu sampai mulutku terbungkam sendiri. Kamu tidak sedikitpun tahu betapa aku merindukanmu sampai hatiku lebam sendiri.
Lalu masihkah kau membenci hujan, Sayang?
Jantungku tidak lagi berdegup kencang tiap kali melihatmu. Karena ia sudah menjadi bagian darimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar