Jarum jam dirumah ku sudah menuju ke angka dua belas
sementara warna hitam bergelayutan di luar jendela kamarku. Sedangkan jarum jam
mundur satu langkah ditempatmu.
Perbedaan sudah menjadi hal yang lumrah sejak kali pertama
kita memutuskan untuk berjalan bersama. Awal yang sangat tidak mudah untuk ku.
Juga untuk kamu mungkin. Tetapi lagi, ternyata tidak ada yang tidak bisa
dilewati dalam lembar hidup ini.
Masih jelas rasanya saat aku berbaring dibawah langit gelap
berhiaskan bintang dan bulan yang mengintip. Aku yang mencuri dengar
perbincanganmu dengan kawanmu, mengenai kelabunya kamu akan sesuatu yang tidak
perlu dibahas lagi. Aku yang bertanya mengenai lingkaran putih diluar bulan,
ketika perbincanganmu selesai; hanya untuk menutupi bahwa aku sudah mencuri
dengar. Aku masih ingat malam-malam setelahnya kita masih sering membahas
mengenai langit.
Hingga akhirnya kaki-kaki kita melangkah pada tempat yang
selalu mendebarkan bagi kisah ini. Berat rasanya untuk membalikkan badan ketika
langkah kaki mu tidak terlihat lagi. Tetapi kebalikannya, raga ini serasa
sangat ringan ketika aku tahu hanyak tinggal beberapa langkah kaki lagi mata ku
sudah bisa menangkap bayanganmu.
Adalah benar tidak selamanya hidup terasa manis. Aku pernah
terpuruk, sangat sangat terpuruk. Hingga aku melupakan kalimat yang selama ini
selalu kita umbar satu sama lain. Bahwa tidak ada kebaikan dari membenci. Dan bahwa
ini hanya persoalan waktu.
Pada akhirnya, aku sadar. Bahwa aku sendiri yang memiliki
prinsip “playing hard to get, any harder
to let go”. So, I guess it’s the time.
Hari ini, aku kembali tersadar bahwa my worst day is
better when you around me than my best day but you’re not there.
Kita memang tidak sempurna. Dan kita telah sepakat bahwa
pengetahuan manusia menjadi tidak terbatas ketika mereka tidak berdiri sendiri.
Maka yakinlah hari ini aku merasa tidak terbatas, because I know I have stand
on the right side; it’s beside you.
Pada 1417km yang memisahkan raga kita, tidak sedikitpun aku
ragu. Karena padamu yang telah kuyakini untuk selalu ada. Tidak mudah, selalu
tidak ada yang mudah ketika ingin meraih mimpi. But I believe that distance is
only the matter of number. Tinggal sedikit lagi ribuan kilometer ini menjadi
satu diantara bahan obrolan tiap malam kita. Tinggal sedikit lagi. Dan karena
ini tidak mudah, maka tetaplah menjadi kuat ketika aku mulai lemah. Tetaplah
menjadi pengingat ketika aku mulai lupa. Karena aku akan melakukan hal yang
sama.
Terima kasih karena telah memilih untuk setia pada perasaan
yang pernah ada. Terima kasih karena tidak tertawa ketika badai air mata tidak
berhenti mengalir dari pelupuk mata ini. Terima kasih karena mempunyai mimpi
yang sama denganku. Tetaplah seperti itu, hingga kita berikrar untuk menjadi
Rumi yang sesungguhnya.
Terima kasih, kak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar