Lupa Untuk Berbahagia Sendiri

29 Agu 2018

Mungkin kadang kita lupa untuk berbahagia sendiri
Mungkin karena kita sibuk untuk membahagiakan orang lain
Atau bisa jadi karena kita terlalu fokus untuk mengejar kebahagiaan itu sendiri

Apakah kamu bahagia?
Apakah aku bahagia?
Apakah kita berbahagia?

Kita mencari pada setiap literatur mengenai makna kebahagiaan itu
Kita mencari pada setiap detik yang berlalu untuk merasakan kebahagiaan itu
Kita mencari pada setiap inci langkah yang ditempuh untuk menemui kebahagiaan itu

Lalu

Ternyata, kebahagiaan itu tidak kunjung datang
Tidak kunjung mengapung dipermukaan pertanyaan kehidupan
Tidak lantas menyeruak juga rupanya dari helaan nafas, tetesan air mata, serta senyum yang kita kembangkan

Mungkin saja kita hanya lupa untuk berbahagia sendiri
Dengan kebahagiaan itu
Yang ada pada diri kita sendiri

If life is a rollercoaster...

26 Jul 2017

Assalamualaikum, halo apa kabar kalian?

I wish everything is fine.

Oke, seperti yang kita ketahui belakangan ini selain musim pernikahan (I mean buat saya bulan ini kayak wedding marathon. Like literally tiap minggu ada undangan kondangan (oke, ini agak nda penting sih sebenarnya hehe) ), juga sedang musim maraknya pemberitaan mengenai tindakan bunuh diri di media (mau yang media mainstream ataupun media sosial).

Mulai dari berita si mantan pacarnya selebgram yang meninggal karena bunuh diri (tapi ini masih simpang siur sih. Ada yang bilang Alm. meninggal karena bunuh diri, ada juga yang bilang karena sakit) , sampai berita kakak adik yang bunuh diri dengan cara melompat dari beranda apartemennya. Well, berbicara mengenai tindakan bunuh diri memang bukanlah hal yang baru di dunia ini. Tapi tetap saja terasa/ terdengar miris (at least ini buat saya pribadi).

Kita semua tau, dan saya rasa kita semua paham kalau life is like riding a rollercoaster. We got our heart beat so fast when we going up, and we can’t catch our breath when the rollercoaster going down in a high speed. Jadi kurang lebih seperti itu, atau simpelnya seperti perkataan orang-orang, kalau kehidupan itu seperti roda yang berputar. Kadang kita diatas, kadang juga dibawah.

Menurut saya pribadi, kita semua pasti pernah, paling tidak sekali saja, dalam hidup ini berada di lowest point on life. Kita pernah berada di bawah roda. Entah roda kehidupan itu sedang menggilas kita dengan cepatnya. Entah ukuran roda kehidupan itu segede gaban sampai kita tiba kepada titik depresi atau titik tidak mempunyai semangat untuk hidup lagi.

Kalau dari hasil seluncuran saya di search engine bernama google, dalam studi psikologi mengatakan bahwa ketika kita merasa depresi maka keinginan untuk bunuh diri sebagai bentuk penyelesaian masalah itu sangat besar persentasinya. Tapi yang menarik buat saya ketika berseluncur di ombak bacaan jaringan internet tadi ialah pandangan dari DR. Kartono Kartini yang menyatakan bahwa salah satu tipe dalam bunuh diri ialah tipe bunuh diri sebagai komunikasi.

Komunikasi buat saya ialah sebuah kebutuhan primer dari setiap individu. Baik yang memiliki karakter introvert maupun extrovert. Komunikasi bagai sebuah kebutuhan yang layaknya dipenuhi oleh setiap individu. Baik dalam bentuk komunikasi langsung ataupun yang membutuhkan media sebagai perantara. Bila mengaitkan antra pandangan DR. Kartono Kartini yang mengatakan bahwa bunuh diri menjadi salah satu bentuk perwujudan komunikasi, maka kita atau dalam hal ini orang-orang maupun kerabat dari orang-orang yang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dapat dikatakan sebagai seorang komunikan dan pelaku bunuh diri itu sendiri sebagai seorang komunikator.

Saya ingat dengan jelas dalam satu kali pertemuan ketika mata kuliah pengantar ilmu komunikasi, sang dosen mengatakan bahwa ketika proses penyampaian pesan tidak terjadi dengan baik atau terjadi bias dan makna yang diterima oleh komunikan tidak sama dengan yang dimaksudkan oleh komunikator, maka kesalahan sepenuhnya ada pada pihak komunikator.

Tetapi mungkin kita lupa untuk selalu mengadakan pengecualian. Dalam beberapa kasus dalam proses komunikasi, mungkin kita (apabila berada pada posisi komunikan) tidak perlu membebankan kesempurnaan penyampaian pesan dari pihak komunikator. Karena kita sudah sepatutnya menyadari bahwa kita pada dasarnya ialah manusia biasa yang mempunyai keterbatasan.
Masih menyambungkan opini saya mengenai maraknya kasus bunuh diri dengan pernyataan mengenai bunuh diri sebagai bentuk komunikasi. Di era globalisasi seperti saat ini, dimana media berkembang dengan sangat pesat dan penyebaran serta penyerapan informasi dapat kita rasakan dalam hitungan detik saja. Media, seperti kita ketahui juga disebut dalam proses berkomunikasi. Dengan pemilihan media yang tepat maka proses penyampaian pesan diharapkan juga berlangsung dengan baik. Tetapi (sekali lagi ini opini saya pribadi dan juga ketakutan saya sendiri), saya melihat bahwa media dengan power yang sangat besar ketika telah membuat suatu pemberitaan mengenai bunuh diri menjadi viral, membuat saya khawatir bisa menimbulkan niatan atau memperkuat keinginan seseorang yang tengah digilas roda kehidupan untuk melakukan hal yang sama.
Sepertinya masih segar dalam ingatan saya ketika seorang ayah memutuskan untuk menghentikan nafasnya dan mirisnya lagi ia lakukan di depan publik dengan menggunakan perantara fitur live dari sebuah media sosial. Bila bunuh diri merupakan salah satu bentuk komunikasi, maka pesan yang ingin disampaikan dari komunikator hanyalah berupa kode yng harus komunikan persepsikan sendiri.
Bila bunuh diri adalah salah satu bentuk komunikasi, maka komunikan harusnya merasa malu karena tidak mempraktekkan self disclosure kepada komunikator.
Bila bunuh diri adalah salah satu bentuk komunikasi…. maka satu-satunya pesan yang tersampaikan adalah proses komunikasi tidak berjalan dengan baik. Dan itu bukanlah kesalahan dari komunikator semata.




Semoga saja tidak ada lagi yang berpikiran atau berniat untuk menghentikan nafasnya secara mandiri. Seharusnya kita semua tenang saja, Freud juga mengatakan bahwa tujuan semua hidup adalah mati. Tetapi tidak ada sebaik-baiknya mati kecuali karena kehendak yang Maha Kuasa.

Life is like a riding a rolloercoaster, once we got so high and laugh so loud, and in a second we got down and screaming till we can't hear our voice. Life is like a riding a rollercoaster, and like every game in a festival, it got it's own time to stop. Don't need to worry. It's just a life.

What is…, What if….

19 Jun 2017

What is life?
Is it when you woke up at 5 am in a morning?
Is it when you stare at your smile photo on your wall?
Is it when you take a deep breath every time you heard someone name?
Or is it when you look down at your bare feet on a ground?

What if it’s not the life you want?
What if every time when you awake in the middle at night and you start thinking about your life?
What if when you stare at your smile photo on your wall and you only find the sad person behind the frame?
What if you wish you’re not losing your breath every time you heard someone name?

What is happiness?
Is it kind of something you can find in a piece of clothes?
Is it kind of something you can buy at your smartphone?
Is it kind of something you can borrow at library?
Or is it kind of something you can find on the palm of your hands?

What if you don’t want that kind of happiness?
What if you want happy in another way?
What if you want to be happy without have to doing nothing?

What is love?
What if you want to be loved without have to losing yourself?
What if you want to life happily and feel the love at the same time but when you stare at you smile photo on your wall you only find emptiness?


















I want a life
Everybody wants a life
But what kind of life do we want?


I want to be happy
Everybody wants to be happy
But what kind of happiness do we want?

I want to be loved
Everybody wants to be loved

But, do we deserve to be loved?

What is quarter life crisis and why it’s good for us?

10 Jul 2016

via go think big

Assalamualaikum, halo apa kabar kalian? Semoga baik dan bahagia selalu.
Sudah lama sekali ya rasanya sejak terakhir kali saya menulis di blog ini. Oh iya, sebelumnya saya mohon maaf lahir dan bathin ya. Mumpung hawa-hawa ketupat dan opor ayam masih hangat diantara kita :p, maafkan ya kalau saya ada salah yang disengaja ataupun yang tidak disengaja :)

Well, seperti judul diatas, tulisan kali ini saya ingin membahas mengenai quarter life crisis. Apa itu quarter life crisis? Kenapa kita mesti mengalaminya? Apakah itu hal yang normal? Ataukah hanya saya yang merasakan hal tersebut? Ayo ayo kita bahas sama-sama (atau yang kali ini biarkanlah saya yang membahasnya duluan dan silahkan kalian respon di kolom komentar di bawah)

Belakangan ini saya sering susah untuk tidur. Walaupun pada dasarnya saya sangat suka tidur, tapi untuk tidur di malam hari adalah kegiatan yang sulit saya lakukan belakangan ini. Juga, belakangan ini pikiran saya jadi lebih aktif bekerja. Ada banyak sekali kata-kata yang bekeliaran di otak ini. Mulai dari “apa yang akan terjadi besok ya?”, “apa yang akan saya lakukan untuk masa depan saya?”, “apakah yang saya jalani saat ini sudah benar?” “saya takut kalau sudah lulus nanti saya tidak bisa membahagiakan orang tua”, “apakah saya sudah bahagia?”,dan  “kapan jodoh ku datang ya Allah *oke yang ini agak curhat hahaha*” dan segudang apakah-apakah lainnya yang menjerumus ke arah ketakutan mengenai hidup yang fana ini.

Intinya, bagi saya belakangan ini life is a bit bitchy.

Akhirnya saya ingat, kalau saya pernah menemukan artikel mengenai quarter life crisis. Karena penasaran akhirnya saya klik lah link artikel tersebut. Secara singkat artikel itu membahas persis seperti perasaan-perasaan gundah-gulana yang sedang saya alami saat ini. Tapi saya tidak puas dengan penjelasan di artikel tersebut. Jadinya saya googling lagi, dan menemukan banyak sekali artikel mengenai quarter life crisis. Tapi sekali lagi, tidak satupun dari artikel-artikel itu yang menjelaskan kenapa kita mengalami quarter life crisis. Hampir semua dari artikel itu berisikan kalimat-kalimat motivasi untuk tetap santai dalam menjalani hidup. Karena quarter life crisis adalah hal yang sangat normal dalam hidup. Blah, yang saat ini saya cari itu penjelasan, bukan pembenaran -_-

Oh iya, sebelum terlalu jauh melangkah kita harus tahu dulu apa itu quarter life crisis?
Jadi, according to Wikipedia quarter life crisis is period life ranging from twenties to thirties in which person start to feel doubtful about their own lives brought on by stress of becoming an adult.

Secara singkat kita dapat mengartikan quarter life crisis adalah fase yang dialami oleh mereka yang berusia 20-30 tahunan yang mulai mempertanyakan mengenai hidup dan cenderung mengalami stress karenanya. Kalau kamu berumur 20-30 tahun dan mulai mempertanyakan hidup, mulai merasa ditinggalkan oleh teman-teman yang entah karena mereka sudah memiliki kesibukan masing-masing ataupun sudah sibuk ngurusin rumah tangga sementara kamu masih gitu-gitu aja atau kamu mulai mempertanyakan maka kebahagiaan yang hakiki itu apa, well… welcome to the club.

Oke, seperti yang saya katakana pada paragraf sebelumnya. Ada banyakkkkk sekali artikel mengenai quarter life crisis, tapi sayangnya semua berakhir pada kalimat motivasi yang meyakinkan kita untuk tetap santai dan tenang dalam menjalani hidup.
Saya setuju sih untuk tetap tenang dalam menjalani hidup, tapi santai? Saya rasa tidak. Satu-satunya alasan mengapa quarter life crisis is good for us adalah dengan mengerti dan memahami fase kehidupan ini kita bisa bersiap dalam menjalani hidup. Kadang memang seru aja menjalani hidup dengan penuh spontanitas, tapi untuk beberapa hal, dude, we should have a plan.

Seharusnya quarter life crisis sudah dimengerti oleh para remaja, kenapa? Ya supaya mereka gak kaget pas di usia segitu hidup tidak seseru film-film romantic comedy yang sering kita tonton. Dengan memahami quarter life crisis setidaknya kita bisa berjaga-jaga untuk tetap bisa survive dalam menjalani hidup. Karena seperti yang bapak dosen saya bilang pas mata kuliah crisis management, crisis itu bisa terjadi karena tidak menaati aturan yang ada. Untuk hal ini mungkin peraturan yang dimaksudkan ialah aturan-aturan atau budaya yang sudah melekat dengan diri kita sejak lahir. Tetapi, pada dasarnya crisis dapat diprediksi. Bagaimana? Ya dengan menganalisis aturan mana yang kita langgar hingga crisis itu bisa terjadi. Lagipula crisis itu ada tahapannya, jadi kita makin mudah untuk mengaturnya *cihuy*.

Tahapan pertama dalam masa crisis adalah pre-crisis, yang dimana pada masa awal ini crisis belum terlihat tapi sudah bisa dirasakan. Ya seperti kita mulai berpikir apa yang salah dengan diri atau apa yang kurang dari hidup ini. Lalu selanjutnya, acute crisis stage; ini adalah masa dimana crisis sudah mulai dapat dilihat, seperti kita mulai menyadari kalau teman yang sering ajak keluar atau nongkrong bareng ya itu-itu aja. Atau ketika diajak kemana-kemana kita lebih memilih untuk kerja ya karena ada sesuatu yang kita kejar. Dan yang terakhir itu adalah post crisis stage ini adalah fase akhir dalam crisis itu. Akhirnya kita bisa tenang dan bisa kembali fokus dalam menjalani hidup.

Dalam menjalani quarter life crisis, kita perlu rencana untuk menyelesaikannya. Karena sekali lagi, buat saya quarter life crisis hadir bukan untuk dibenarkan tetapi hadir untuk membuat kita lebih sigap dan dewasa dalam menjalani hidup. Dengan mulai mengumpulkan fakta-fakta hidup, membuat rencana hidup jangka pendek dan panjang, dan tidak lupa berdoa serta 2,5% bagi fakir miskin, insya Allah semuanya akan kembali lancar :p
Bagi saya, kita perlu membuat life crisis management plan, karena dengan demikian kita dapat mencegah kemungkinan buruk yang bisa menimpa hidup kita.

Walaupun teori yang diatas itu sebenarnya step-by step untuk mengatasi krisis dalam perusahaan, tapi sebagai manusia yang muda dan kreatif semuanya bisa kan dicocok-cocokkan (mungkin inilah yang dinamakan cocokologi haha)

Yah seperti itulah, saya sendiri sudah berusia 23 tahun. Dan baru menyadari kalau saat ini sedang mengalami quarter life crisis, makanya jadi heboh gini. Sedihnya saya tidak mempersiapkan diri ini lebih awal, tapi setidaknya tidak ada kata terlambat kan untuk memulai membuat crisis life strategic and management plan supaya tidak tersesat dan tak tahu arah jalan pulang.

Saya harap kalian juga sudah siap dalam menjalani fase kehidupan ini. Karena setelah itu, ternyata masih ada fase selanjutnya. Yaitu midlife crisis. Tapi natilah kita bahas itu, setelah kita akan mendekati usia 40 tahun. Atau kalian sudah penasaran seperti saya, go gooling and you can find a tons of article about it. Tapi jangan kecewa kalau kebanyakan dari mereka hanya sebatas menyemangati karena pada dasarnya hanya kita yang bisa membuat keputusan dalam hidup kita ini. Jadi lebih beranilah untuk membuat rencana hidup (lah ini apa namanya kalau bukan kalimat motivasi juga? -____-“)

Sudah ya, semoga tulisan ini bermanfaat. Ini sudah lewat tengah malam dan saya sudah harus berusaha lebih giat lagi supaya bisa secepatnya tertidur.


Until we meet again :)

Bahagia Itu Sederhana (?)

6 Apr 2016

via tumblr

Assalamualaikum, halo apa kabar kalian?

It's been forever since the last time saya nge-blog. Entah kemana kalimat-kalimat yang sudah tersusun rapi di dalam pikiran ini perginya. Yang pasti niat untuk rajin nge-blog itu selalu ada sebenarnya, tetapi ya sekali lagi.. i beat by procrastinate ;p

Beberapa waktu belakangan ini saya sedang sering sekali nongkrong di YouTube, mungkin karena tv sudah terlalu banyak tontonan yang busuk. Dan di tengah-tengah kegiatan nongkrong itu, saya menemukan sebuah kalimat yang di ucapkan oleh salah satu beauty vlogger yang sering saya tonton belakangan ini.

"People want you to be happy, but they won't you to be happier than them", Titan Tyra

For some reason, apa yang dikatakan Titan itu benar (setidaknya untuk saya). Pertanyaannya kemudian adalah apakah kita memang seperti itu? Atau kita bersikap demikian hanya untuk beberapa pribadi saja? Hmm...

Kita memang tidak bisa memaksakan semua orang menyukai kita. Akan selalu ada yang bertentangan dalam hidup ini. Dan karena itu lah kita dikatakan "hidup". Kadang mungkin kita terlalu sibuk untuk membuat orang lain kagum dengan kehidupan kita, sampai kita sendiri lupa apa makna kebahagiaan. 

Berbicara mengenai makna, menurut kalian apa artinya bahagia itu? Apa menurut kalian bahagia itu memang sederhana? Atau mungkin kita hanya harus mengumpulkan bagian-bagian kecil dari hidup untuk membentuk sesuatu yang sederhana kemudian bahagia? 

Atau mungkin bahagia memang tidak sesederhana apa yang dikatakan orang-orang? Karena mungkin sebenarnya kebahagiaan hanya perlu dirasakan tanpa perlu dipikirkan?



Entahlah...
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS